Ganjar Bilang RI Kerjasama Dengan Argentina Soal Baterai, Benarkah?

Jakarta, CNBC Indonesia – Calon presiden (capres) nomor urut 3, Ganjar Pranowo menanggapi pernyataan dari capres nomor urut 2, Prabowo Subianto dalam hal kerjasama dengan Argentina terkait produksi baterai lithium.

“Kita mau concern untuk tuntaskan ketimpangan yang berbasis sumber daya alam (SDA), ambil satu saja, teknologi baterai untuk bekerja sama dengan negara-negara Selatan, kita bisa berkolaborasi dalam produksi lithium dengan Argentina,” ujar Ganjar dalam Debat Ketiga Capres 2024.

Sejauh ini, ekosistem industri produksi baterai EV dalam negeri beserta komponen yang diperlukan sudah mulai dibangun di Indonesia, bahkan beberapa industri awal sudah beroperasi.

Hal ini terbukti dengan sejumlah pabrik dari komponen baterai kendaraan listrik sudah dan tengah dibangun di Indonesia. Untuk membangun ekosistem baterai kendaraan listrik, terbagi dalam tiga sektor yakni hulu (upstream), tengah (midstream), dan hilir berteknologi tinggi (high-tech downstream).

Sektor hulu terdiri dari industri pertambangan dan metalurgi. Lalu midstream ada pabrik atau fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel. Bagian hilir berteknologi tinggi terdiri dari pabrik precursor, katoda, hingga baterai.

Dari sisi pertambangan, Indonesia kaya akan sumber daya alam dengan memiliki sejumlah komoditas tambang untuk bahan baku baterai EV seperti nikel, cobalt, mangan, tembaga, hingga aluminium. “Memang cadangan lithium saja yang belum kita punya,” ucapnya.

Dari sisi metalurgi, Indonesia juga sudah memiliki sejumlah material yang dibutuhkan yaitu bijih nikel, limestone, begitu juga dengan bahan bakar seperti listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT), gas alam, dan batu bara thermal.

Beranjak ke midstream, Indonesia kini sudah memiliki sejumlah pabrik atau smelter nikel yang menghasilkan bahan baku baterai, antara lain Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), nickel pig iron (NPI) maupun feronikel, sulfuric acid, dan juga memiliki sumber listrik dan bahan bakar baik berbasis energi baru terbarukan dan batu bara.

Namun memang, yang tidak dimiliki Indonesia yaitu produk sodium karbonat, hydrochloric acid, dan extraction agent.

Sementara dari sisi prekursor, Indonesia sudah memiliki ammonia. Namun memang belum memiliki sodium hydroxide.

Untuk komponen katoda baterai, Indonesia kini tengah membangun pabrik lithium hydroxide. Tapi untuk material lainnya memang tidak tersedia di Indonesia.

Adapun untuk pabrik baterai, Indonesia kini juga tengah membangun pabrik lithium hydroxide, bahan anoda (anode materials), dan foil tembaga (copper foil). Namun, untuk separator, electrolyte, dan aluminium foil belum tersedia di Indonesia.

Adapun pembangunan pabrik lithium hydroxide kini tengah dibangun oleh investor asal China yakni BTR New Material Group Co Ltd.

Selain itu, dalam mengejar pembangunan ekosistem baterai EV dalam negeri di 1-2 tahun mendatang, Indonesia juga sudah membangun pabrik katoda tembaga milik PT Freeport Indonesia di Gresik, Jawa Timur.

Tembaga sendiri juga diperlukan dalam pembuatan baterai EV yang mana nantinya katoda tembaga bisa menjadi bahan baku untuk pembuatan foil tembaga. Foil tembaga merupakan salah satu komponen baterai EV.

Investor China, Hailiang Group yang membangun pabrik foil tembaga terbesar di Asia Tenggara tersebut. Adapun nama badan usaha di Indonesia yang mengoperasikan pabrik ini yaitu PT Hailiang Nova Material Indonesia.

Pabrik yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur, ini dibangun dengan kapasitas 100 ribu ton per tahun yang terbagi dalam 2 fase dan diperkirakan dapat menyerap tenaga kerja 1.920 orang.

Seperti diketahui, nikel dan tembaga bakal menjadi salah satu komoditas penting dan sangat berharga, khususnya untuk pembuatan baterai dan mobil listrik. Untungnya Indonesia merupakan salah satu penghasil nikel terbesar dunia. https://sayurkole.com/

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*